MOTHER
By
Joan Hawkey
(
Diterjemahkan oleh : Vivin Febri )
Setiap orang bisa berkata yang mana
yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Tugas yang harus dikerjakan
oleh Ibu adalah memberikan banyak perhatian kepada semua anggota keluarga. Jika
hal itu terjadi padaku, maka aku akan melakukan hal yang sama.
Ibu selalu mengerjakan sesuatu untuk
keluarga namun tak seorang pun yang memperhatikannya kecuali ketika makan malam
belum siap atau pakaian mereka belum disiapkan ketika akan digunakan.
Suatu hari, Ibu memutuskan untuk
belajar membuat kerajinan tangan, namun ayah, adikku, dan kakakku menertawakannya. Mereka tidak percaya
bahwa Ibu bisa membuat kerajinan tangan, tetapi dia bisa. Dia membuat sesuatu yang
tampak indah namun lelucon dari mereka terus berlangsung. Aku hanya duduk diam,
dan melihat semua kejadian itu. Aku masih bisa makan setiap hari, keadaan
rumahku bersih, dan baju-bajuku juga selalu rapi. Tak ada yang berubah dalam
hidupku, jadi mengapa aku harus khawatir?
Selanjutnya Ibu memutuskan untuk
kembali berkuliah. “Aku akan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi khusus
Guru.”
“Oh,
tidak!” jerit kakakku, Jody. Dia pikir dia telah mengetahui segalanya hanya
karena dia sudah berumur 18 tahun.
Aku mulai khawatir sejak saat itu,
karena kupikir jika ibu masuk di sekolah yang sama dengan ku, hal itu sangat
memalukan. Namun ketika kutanyakan, dia bilang bahwa dia akan kuliah malam,
jadi tak masalah bagiku.
Ibu menjalani kegiatan belajarnya
dengan sangat baik. Dia menjadi yang
terbaik di kelasnya. Tidak ada seorangpun yang memperhatikannya namun dia terus
belajar. Bahkan ketika dia telah lulus dari universitasnya, kita semua tidak
merasa bangga. Saat itu kakakku dan adikki sudah meninggalkan rumah dan
melanjutkan karirnya.
Hanya ada ibu, ayah, dan aku di
rumah. Aku punya pacar, David yang selalu memuji ibuku. Dia bilang bahwa ibuku
menarik, cantik, dan pintar.
Kemudian Ibu pergi mendaki “Ayres
Rock” sendirian. Dia pergi selama satu bulan penuh. Ayah selalu marah setiap
saat ketika ibu pergi.
“Ada
apa dengan ibumu?”tanyanya. “Kenapa dia tidak bisa tinggal di rumah seperti
orang normal lainnya?”
Aku juga sudah mulai merasa kesal
terhadap semua ini. Ibu tidak merapikan semua baju-bajuku sebelum dia pergi dan
aku harus melakukannya sendiri. Aku harus membayar pembantuku dengan uangku
sendiri.
Ibu kembali ke rumah saat ulang
tahunku yang ke 21. Kami merayakannya dengan pesta yang meriah. Setiap orang
datang ke sana dan ibuku menghibur mereka. David tidak begitu mendengar cerita
tentang petualangannya saat mendaki di “Ayres Rock”. Aku perhatikan,
seperttinya dia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan ibuku daripada
denganku.
Keesokan harinya, ibu bilang bahwa
dia akan mengajar anak-anak Aborigin di wilayah barat. Reaksi pertama dari setiap
orang hanya kesunyian yang terasa begitu menegangkan kemudian disusul dengan
teriakan. Ibu tidak berkata apa-apa. Dia hanya melihat setiap orang dan
mendengarkan.
“Bagaimana
dengan kami, khususnya denganku?” teriak ayahku. “Aku suamimu dan ini rumahmu!”
“kamu
membutuhkan aku di sini hanya saat kamu ingin menyuruhku melakukan sesuatu”,
jawab ibu dengan lemah. “Rumah ini tidak dipenuhi kasih sayang. Aku akan pulang
ketika akhir pekan saat aku memiliki waktu luang.”
“Bagaimana
denganku Bu? Aku juga membutuhkanmu”.
“Kamu
juga hanya mengingatku ketika kamu ingin menyuruhku melakukan sesuatu, dan
sekarang kamu harus melakukannya sendiri. Kamu manja dan egois. Tak ada satupun
dari kalian yang menyadari bahwa aku manusia biasa yang juga ingin
diperhatikan, walaupun aku sudah berusaha sangat keras.”
Ketika mengucapkan hal itu, ibu
tampak sedih. Mata biru indahnya, kini tampak lelah.
“Aku
akan mengunjungi orang tua David sekarang. Aku memberi kalian waktu untuk
memikirkan apa yang telah kukatakan dan menerima keputusanku.”Ibu meninggalkan
kami yang menatapnya.
Awalnya kami merasa sangat marah dan
dan tak menyangka bahwa dia serius. Kemudian aku mengingat semua kejadian di
masa-masa yang lalu. Saat kami
menertawakan dan mengejeknya. Tak satupun dari kamu menghargai hasil karyanya.
Kami tidak menunjukkan kasih sayang dan perhatian yang dalam untuknya. Kami
hanya mengharapkan dia melakukan semuanya untuk kami. Aku merasa bersalah
padanya namun aku masih tidak bisa menerima keputusannya.
Ibu telah kembali dari rumah orangtua
David dan dia kelihatan normal seakan-akan tidak ada hal buruk yang telah
terjadi sebelumnya. Ketika semua anggota keluarga telah berkumpul, ibu
bergabung dengan kami. Namun aku menyadari bahwa segala sesuatu di rumah ini
sudah tidak berjalan dengan normal lagi. Tidak ada lagi kedekatan dan
kehangatan. Tak satupun dari kami tahu cara untuk berbincang dengan yang
lainnya, kami sepertinya asing satu sama lain.
Keesokan harinya, ibu pergi. Tak
seorang pun yang mampu memaksanya untuk tetap tinggal. Dia hanya mengangkat tas
dan barang-barangnya ke dalam mobil, kemudian dia pergi.
“Sampai
jumpa 2 minggu lagi.” Ucapnya.
Ayah dan aku membiasakan diri
ddengan segala rutinitas pekerjaan rumah. Ibu menelpon satu kali ketika dia
sudah sampai di tujuannya. Kemudian dia tidak pernah menelpon lagi. Aku mulai
jarang melihat David yang sudah tidak terlalu peduli padaku. Aku memutuskan
untuk bersikap dingin padanya.
Ibu kembali ke rumah 2 minggu
kemudian dan waktu yang kami habiskan bersama terasa menegangkan. 2 bulan
kemudian dia kembali pulang ke rumah, sejak saat itu dia tidak pernah pulang
kembali. Dia tidak menelpon dan juga tidak
mengirim surat.
David juga tak terlihat selama
beberapa waktu. Ayah mulai bermain golf untuk menghabiskan waktu luangnya. Aku
mulai merasa kesepian dan menghawatirkan keadaan ibu di sana. Aku merencakan
kunjungan ke tempatnya minggu depan.
Ketika aku sampai di depan rumah
barunya, aku begitu terkejut karena seharusnya ibu ku yang harus membukakan
pintu, namun ternyata David. Aku pikir aku salah alamat. Kemudian aku
menanyakan alamat tempat tinggal ibuku pada David.
“Ibumu
tinggal di sini bersamaku,” ujarnya “masuklah untuk bertemu dengannya.”
Ibuku muncul dalam balutan celana
jeans dan kaos ketat, dia tampak masih seumuran denganku. Dia kelihatan
berbeda. Muda, begitu bersemangat, dan sangat bahagia. Dia tampak sangat senang
bertemu denganku, namun dia terlihat agak canggung.
Apa
yang akan kamu lakukan jika ibumu tinggal serumah dengan mantan pacarmu yang
seusia denganmu? Tidak ada, kecuali “Selamat Tinggal”.